Di Simpang Jalan Dody & Rhe

Titi Sanaria

Dody dan Rhe dipertemukan oleh kehendak masing-masing orangtua. Kesan pertama saat berkenalan biasa-biasa saja, meski Rhe tahu tidak sulit bagi Dody untuk mendapatkan istri tanpa harus melalui perjodohan.

Pada pertemuan kedua, Rhe melakukan kebodohan yang disesalinya. Keisengan memancing amarah mantannya berbuntut pernyataan bersedia menikah dengan laki-laki yang belum benar-benar dikenalinya. Seperti bertaruh di meja judi, kecil kemungkinan pernikahan mereka akan berhasil. Rhe meyakini hal tersebut setelah mendapati beberapa kejanggalan dalam pernikahan mereka. Nahasnya, setelah menyadari bahwa rumah tangga yang tidak dilandasi cinta itu tidak bisa diselamatkan, dia menyesali kenyataan ini: dia sudah jatuh cinta duluan kepada suaminya.

Review

Dalam banyak kisah percintaan, kita terbiasa melihat cinta tumbuh perlahan—dari perkenalan, perhatian, lalu komitmen. Tapi dalam novel ini, urutan itu dibalik. Dody dan Rhe bukan dua sejoli yang saling jatuh hati lalu memutuskan menikah. Mereka dipertemukan oleh kehendak orang tua, dan dari sana, pernikahan mereka dimulai bukan dengan cinta, tapi dengan kebingungan dan taruhan emosional.

Rhe adalah sosok perempuan yang tampak keras di luar, tapi sebenarnya menyimpan luka dan kerentanan yang dalam. Ia cerdas, tajam, dan realistis. Namun, satu tindakan impulsif saat berusaha membalas dendam pada mantannya justru membawanya pada keputusan besar: menikah dengan seorang pria yang belum dikenalnya—Dody. Keputusan yang awalnya tampak seperti “main-main” berubah menjadi simpul rumit dari konflik batin dan realitas rumah tangga yang penuh misteri.

Sementara Dody, meski digambarkan sebagai sosok yang menarik dan “bisa saja dapat istri tanpa perlu dijodohkan”, justru menyimpan banyak sisi abu-abu. Ia bukan pasangan ideal, dan itulah yang membuat cerita ini menjadi hidup. Pembaca diajak untuk tidak sekadar menyukai atau membenci Dody, tapi mencoba memahami kompleksitas karakter dan motif-motifnya yang tak langsung dijelaskan.

Konflik utama buku ini tidak semata tentang hubungan yang tidak harmonis, melainkan tentang perasaan yang tumbuh di tempat yang salah dan waktu yang tidak tepat. Rhe, yang awalnya merasa biasa saja terhadap Dody, perlahan jatuh cinta—ironisnya, justru ketika ia mulai menyadari bahwa pernikahan mereka tidak sehat. Saat kepercayaan tidak bisa dibangun dan komunikasi gagal menjembatani, cinta menjadi beban. Dan inilah yang membuat novel ini begitu menyentuh: cinta tidak selalu menyelamatkan, kadang justru membuat seseorang bertahan di tempat yang menyakitkan.

Salah satu kekuatan utama cerita ini adalah dialog-dialog yang tajam dan emosional. Kutipan seperti “Sulit buat positif kalau suami lo nggak bisa dipercaya, Bec. Dan brengseknya, lo nggak bisa lantas berhenti mencintainya padahal udah tahu lo nggak bakal mendapatkan apa pun selain sakit hati,” dengan sangat kuat menggambarkan kondisi emosional Rhe yang sedang hancur tapi tetap menggenggam perasaan itu.

Buku ini juga tidak mencoba menjadi kisah yang manis atau idealistis. Ia realistis, bahkan getir. Pembaca dibuat bertanya: “Kenapa ada orang yang bertahan di pernikahan yang menyakitkan?” Tapi seiring berjalannya cerita, pembaca juga bisa merasakan betapa mudahnya terjebak dalam cinta yang tak sehat. Novel ini menyentuh ranah psikologis tanpa harus menyatakan secara gamblang: tentang trauma, ketakutan akan kesepian, dan kebingungan dalam mengambil keputusan.

Secara struktur, narasi dibangun perlahan namun penuh ketegangan emosional. Penulis berhasil menggambarkan keseharian pernikahan yang penuh “kejanggalan”—yang tidak meledak-ledak, tapi cukup untuk membuat pembaca merasa tidak nyaman dan ikut resah.

Kesimpulan

Novel ini bukan sekadar kisah cinta yang gagal atau rumah tangga yang retak. Ini adalah cerita tentang bagaimana cinta bisa muncul di tengah ketidakpastian, dan bagaimana mencintai seseorang tidak selalu berarti harus bertahan. Bacaan ini cocok untuk kamu yang menyukai drama emosional yang reflektif, penuh percakapan batin, dan menyentuh sisi gelap dari relasi romantis.

Dengan nuansa yang dekat dengan realita dan karakter yang begitu manusiawi, novel ini berhasil menyampaikan satu hal penting: bahwa mencintai bukan berarti membiarkan diri terus disakiti. Tapi kadang, cinta memang tidak sesederhana itu.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Ask the Rabbit, He Knows Where the Best Books Hide!

Subscribe to Our Newsletter

Dapatkan update terbaru seputar kegiatan klub langsung ke inbox kamu!

You have been successfully Subscribed! Ops! Something went wrong, please try again.

© 2025 Created with Royal Elementor Addons